Tampilkan postingan dengan label #farmingsystem. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label #farmingsystem. Tampilkan semua postingan

Kamis, November 05, 2015

Budidaya Jagung Dengan Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu


Pendekatan Pengelolaan tanaman Terpadu (PTT) pada budidaya jagung meliputi penggunaan varietas unggul baru (VUB), pemilihan benih bermutu, penyiapan lahan dan tanaman, serta pemupukan. Penggunaan varietas unggul baru mempunyai peranan penting dalam peningkatan produktivitas. Pemilihan varietas disesuaikan dengan deskripsi varietas (potensi hasil), umur tanaman, warna biji, kondisi setempat (tanah dan sumber daya lainnya), keinginan petani, dan permintaan pasar. Benih yang bermutu mempunyai daya tumbuh > 95% dan dapat memenuhi populasi 66.000-80.000 tanaman/ha. Benih tumbuh serentak 4-5 hari setelah tanam (HST) pada lingkungan yang normal. Perlakuan benih dengan bahan aktif kimia anjuran (metalaksil, dimethomorp, fenamidan + propamokarb hidroklori) diperlukan untuk mencegah penularan penyakit bulai. Dalam budidaya jagung tidak dianjurkan menyulam karena pengisian biji dari tanaman sulaman tidak optimal.
Pada lahan kering, penyiapan lahan meliputi olah tanah sempurna (OTS). Tanah diolah dengan bajak, ditarik traktor atau sapi, atau dapat digunakan cangkul, kemudian digaru dan disisir hingga rata. Pada lahan sawah, tanpa dilakukan olah tanah (TOT) atau olah tanah minimum (OTM). Penanaman pada lahan TOT dilakukan langsung dengan cara dicangkul/ koak untuk tempat benih sesuai dengan jarak tanam, kemudian diberi pupuk kandang/kompos 1-2 genggam (± 50 gr) tiap cangkulan/koakan. Penanaman pada lahan OTS dilakukan dengan cara ditugal untuk membuat lubang tanam benih sesuai dengan jarak tanam, kemudian diberikan pupuk kandang/kompos 1-2 genggam (± 50 gr). Pemberian pupuk kandang pada saat tanam merupakan penutup benih.
Populasi tanaman optimal ditentukan oleh jarak tanam dan mutu benih yang digunakan. Jarak tanam yang dianjurkan adalah 70-75 x 20 cm (1 biji per lubang; 70-75 x 40 cm (2 biji per lubang); legowo: (80-100) x 40 x 20 cm (1 biji per lubang). Penggunaan jarak tanam tersebut dapat memenuhi populasi 66.000-80.000 tanaman/ha. Pemberian pupuk berbeda antarlokasi, pola tanam, jenis jagung yang digunakan hibrida atau komposit, dan pengelolaan tanaman. Rekomendasi pemupukan: Phonska 250-300 kg/ha dan urea 300-450 kg/ha.
Di samping komponen teknologi tersebut di atas, komponen teknologi lain yang perlu diperhatikan juga adalah pembuatan saluran drainase atau saluran irigasi, pembumbunan, pengendalian gulma dan organisme pengganggu tanaman, dan panen tepat waktu yaitu klobot tongkol telah mengering atau berwarna coklat, biji telah mengeras, dan terbentuk lapisan hitam (black layer) minimal 50% pada setiap baris biji.

Source:

(Mohammad Tabi’in Ma’ruf/13576)


Rabu, November 04, 2015

Sistem Pertanian Organik Terpadu

        Pola integrasi antara tanaman dan ternak atau yang sering kita sebut dengan pertanian terpadu adalah memadukan antara kegiatan peternakan dan pertanian. Pola ini sangatlah menunjang dalam penyediaan pupuk kandang di lahan pertanian. Sehingga, pola ini sering disebut pola peternakan tanpa limbah karena limbah peternakan digunakan untuk pupuk, dan limbah pertanian untuk makan ternak. Integrasi hewan ternak dan tanaman dimaksudkan untuk memperoleh  hasil usaha yang optimal dan dalam rangka memperbaiki kondisi kesuburan tanah. Interaksi antara ternak dan tanaman haruslah  saling melengkapi, mendukung dan saling menguntungkan, sehingga dapat mendorong peningkatan efisiensi produksi  dan meningkatkan keuntungan hasil usaha taninya.
Sistem produksi ternak sapi, misalnya yang dikombinasi dengan lahan-lahan pertanian hendaknya dapat disesuaikan dengan jenis tanaman pangan yang diusahakan. Hendaknya ternak yang kita pelihara tidak menggangu tanaman yang kita usahakan, bahkan seharusnya saling mendukung.  Dalam hal ini,  tanaman pangan sebagai komponen utamanya dan ternak menjadi komponen keduanya.
Konsep pertanian terpadu ini perlu kita galakan, mengingat sistem ini di samping menunjang pola pertanian organik yang ramah lingkungan, juga mampu meningkatkan usaha peternakan. Komoditas sapi merupakan salah satu komoditas yang penting yang harus terus ditingkatkan. Oleh karena itu upaya ini dapat digalakan pada tingkat petani baik dalam rangka penggemukan ataupun dalam perbanyakan populasi. Dengan meningkatnya populasi ternak sapi akan mampu menjamin ketersediaan pupuk kandang di lahan pertanian. Sehingga program pertanian organik dapat terlaksana dengan baik,  kesuburan tanah dapat terjaga, dan pertanian bisa berkelanjutan.
Sebenarnya integrasi ternak dan tanaman ini tidak terbatas pada budidaya tanaman padi dengan sapi saja, namun juga dapat dikembangkan integrasi dalam sistem lahan kering dan perkebunan. Semuanya tergantung dari usaha pertanian yang dikembangkan setempat, sehingga limbah pertaniannya dapat bervariasi seperti misalnya limbah jerami padi dilahan sawah dan limbah jerami jagung dilahan kering, limbah tanaman bawang merah pun dapat digunakan untuk pengembangan ternak.
Sistem tumpangsari tanaman dan ternak banyak juga dipraktekkan di daerah  perkebunan.  Tujuan sistem ini adalah untuk pemanfaatan lahan secara optimal.  Di dalam sistem tumpangsari ini tanaman perkebunan sebagai komponen utama dan tanaman rumput dan ternak yang merumput di atasnya merupakan komponen kedua.  Keuntungan-keuntungan dari sistem ini antara lain :
1.      Dari tanaman perkebunannya dapat menjamin tersedianya tanaman peneduh bagi ternak, sehingga dapat mengurangi stress karena panas.
2.      Meningkatkan kesuburan tanah melalui proses kembaliya air seni dan kotoran padatan ke dalam tanah
3.      Meningkatkan kualitas pakan   ternak, serta membatasi pertumbuhan gulma,
4.      Meningkatkan hasil tanaman perkebunan dan
5.      Meningkatkan keuntungan ekonomis termasuk hasil ternaknya.
Sebenarnya sistem pertanian terpadu ini tidak terbatas pada pengusahaan hewan besar saja seperti sapi dan kerbau, namun juga dapat dintegrasikan antara ternak unggas dengan tanaman pangan, hotikultura. Kotoran unggas cukup potensial dimanfaatkan sebagai pupuk.




Ita Nur Fatikha/13566