Keberadaan hama
wereng hijau sebagai vektor penyakit tungro sampai saat ini masih dikendalikan
petani dengan cara menggunakan insektisida. Padahal, penggunaan insektisida
bukanlah solusi yang tepat karena lambat laun justru akan menimbulkan masalah
baru seperti terjadinya resistensi dan resurgensi wereng hijau, terbunuhnya
musuh alami, serta terjadinya pencemaran lingkungan. Oleh karena itu,
diperlukan alternatif pengendalian wereng hijau secara terpadu dan ramah
lingkungan. Selain penggunaan varietas tahan, pemanfaatan cendawan
entomopatogen juga merupakan salah satu komponen pengendalian terpadu yang
mempunyai prospek cukup baik dalam mengendalikan wereng hijau.
Cendawan
entomopatogen merupakan cendawan yang sifatnya patogenik (penyebab penyakit)
pada serangga/hama. Pengendalian hayati dengan memanfaatkan cendawan yang
patogenik serangga (entomopatogen) berpotensi untuk dikembangkan dalam menekan
populasi wereng hijau sehingga secara otomatis juga dapat menekan intensitas
penyakit tungro. Menurut Trizelia (2005), Keuntungan penggunaan cendawan
entomopatogenik antara lain relatif aman, kapasitas reproduksi tinggi, siklus
hidup pendek, bersifat selektif, kompatibel dengan pengendalian lainnya,
relatif murah diproduksi dan kemungkinan menimbulkan resistensi amat kecil atau
lambat, dan dapat membentuk spora yang dapat bertahan lama, bahkan dalam
kondisi yang tidak menguntungkan sekalipun. Selain itu penggunaan cendawan
entomopatogen yang terdapat secara alami merupakan hal yang utama dalam program
PHT.
Cendawan
entomopatogen dapat diperoleh dengan mengambil sampel serangga wereng hijau
yang terserang patogen dengan mengamati semua rumpun tanaman padi kemudian
melakukan isolasi serta identifikasi patogen (cendawan) tersebut dari tubuh
wereng hijau yang terinfeksi. Untuk pengambilan sampel di hamparan padi yang
luas digunakan net jaring dengan menyapukan net pada hamparan padi sebanyak
sepuluh kali ayunan ganda per unit contoh, kemudian serangga hama wereng hijau
yang tertangkap diperiksa untuk mendapatkan wereng hijau yang terinfeksi
cendawan. Jika ditemukan adanya miselium cendawan yang tumbuh menyelimuti tubuh
wereng hijau maka besar kemungkinan wereng hijau tersebut terinfeksi cendawan
entomopatogen. Untuk membuktikan jenis cendawan apa yang menyerang wereng hijau
maka dilakukan isolasi, inokulasi, reisolasi dan identifikasi wereng hijau.
Isolasi dilakukan
pada media PDA, namun sebelum dilakukan isolasi wereng hijau yang mati
didesinfeksi dengan alkohol 70% dan NaOCl masing-masing selama 3 menit kemudian
dengan air steril 3 kali dan dikeringkan dengan kertas absorben steril kemudian
ditanam ke media PDA. Cendawan yang tumbuh di media PDA tersebut kemudian
dimurnikan dan diperbanyak lalu diidentifikasi di bawah mikroskop. Cendawan murni
(tanpa kontaminan) tersebut kemudian diinokulasikan pada wereng hijau sehat
yang telah disiapkan sebelumnya, sekitar 10 nimfa instar ke empat dan 10 imago
wereng hijau yang berumur sama dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berukuran
besar, kemudian di tetesi suspensi spora cendawan 2 cc selama 15 menit.
Selanjutnya nimfa dan imago wereng hijau tersebut dilepaskan pada tanaman padi
yang berada dalam kurungan kasa. Kemudian dilakukan pengamatan wereng hijau
yang mati (dihitung persentase mortalitas wereng hijau) setiap 24 jam dimulai
dari saat inokulasi sampai 2 minggu. Wereng hijau yang mati diperiksa di bawah
mikroskop, apakah kematiannya disebabkan oleh isolat cendawan patogen atau
penyebab lain. Jika bangkai wereng hijau tersebut ditumbuhi miselium cendawan
maka kemungkinan besar penyebab kematiannya adalah cendawan entomopatogen.
Untuk membuktikannya lebih lanjut maka wereng hijau yang mati tersebut kemudian
direisolasi (diletakkan kembali) pada media PDA. Cendawan yang tumbuh pada
media PDA tersebut kemudian dimurnikan dan diperbanyak lalu diidentifikasi
untuk membuktikan apakah morfologi cendawan sama pada hasil isolasi sebelumnya.
Jika sama, maka bisa dipastikan bahwa cendawan tersebut bersifat patogenik
terhadap wereng hijau yang kemudian bisa diuji lebih lanjut dalam skala besar
untuk menekan populasi wereng hijau. Menurut Jacques (1995), Patogen serangga
(entomopatogen) dapat berfungsi sebagai insektisida hayati ditentukan oleh
tingkat efektifitas dalam menurunkan populasi hama, keamanan dan kekhususan
inang dan keberhasilan dalam pemasaran dan perhitungan keuntungan.
Sumber:
Oleh : Naili Tri Hidayati (14/364153/PN/13564)
MUFLIKHATUN NURBAETI (13542)
BalasHapus1. NILAI PWNYULUHAN
* sumber/ ide : Pengendalian wereng hijau secara terpadu dan ramah lingkungan menggunakan varietas tahan, pemanfaatan cendawan entomopatogen merupakan salah satu komponen pengendalian terpadu yang mempunyai prospek cukup baik dalam mengendalikan wereng hijau.
*sasaran: petani
*Manfaat:
-Keuntungan penggunaan cendawan entomopatogenik antara lain relatif aman, kapasitas reproduksi tinggi, siklus hidup pendek, bersifat selektif, kompatibel dengan pengendalian lainnya, relatif murah diproduksi dan kemungkinan menimbulkan resistensi amat kecil atau lambat, dan dapat membentuk spora yang dapat bertahan lama, bahkan dalam kondisi yang tidak menguntungkan sekalipun. Selain itu penggunaan cendawan entomopatogen yang terdapat secara alami merupakan hal yang utama dalam program PHT.
*Nilai Pendidikan: memberikan pengetahuan kepada petani mengenai pengendalian wereng hijau menggunakan sistem pertanian terpadu dengan varietas tahan dan penggunaan cendawan entamogen yang merupakan hal yang utama dalam program PHT.
2. NILAI BERITA
*Timellines: penggunaan cendawan entomopatogen yang terdapat secara alami merupakan hal yang utama dalam program PHT.
*Proximity: wereng hijau yang menyebablkan penyakit tungro menyebkan masalah terhadap produksi pertanian,solusi yang diberikan dapat menggunakan cendawan entamogen merupakan prospek baik yang dialkukan yang dapat memperbaiki produksi padi.
* Importance: penggunakan entamogen dapat membunuh wereng hijau secara cepat dan ramah lingkungan.
*Human Interest: Pengendalian hayati dengan memanfaatkan cendawan yang patogenik serangga (entomopatogen) berpotensi untuk dikembangkan dalam menekan populasi wereng hijau sehingga secara otomatis juga dapat menekan intensitas penyakit tungro, serta cendawan entamogen aman digunakan dan ramah lingkungan.
*Conflict: pengendalian wereng hijau yang menyebabkan penyakit tungro dengan cendawan entamogen yang bersifat patogenik dan ramah lingkungan.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus