Kamis, November 05, 2015

Smart-Integrated Farming System, Sistem Pembangunan Pertanian Menuju Indonesia Negeri Mandiri Pangan

Indonesia, sebagai negara tropis dikaruniai keanekaragaman hayati yang tinggi serta energi matahari dan curah hujan yang berlimpah sepanjang tahun. Kondisi alam tropis tersebut memungkinkan pertanian di Indonesia untuk berproduksi sepanjang tahun dengan komoditas yang beragam serta menggunakan masukan energi yang lebih rendah (less energy input) dibandingkan dengan pertanian negara temperata..
Realita petani Indonesia saat ini dipenuhi dengan ironi dan ketidak berdayaan. Petani tidak lagi memegang peran sebagai penghasil dan pencipta dalam setiap tahapan kegiatan bertani, namun justru dimanfaatkan tak lebih hanya sebagai pekerja konsumen. Hal ini diperparah dengan kenyataan bahwa kegiatan dalam bertani justru diatur oleh pihak di luar dirinya, seperti pemerintah, pasar ataupun perusahaan swasta. Contoh nyata, saat ini di daerah pedesaan yang para warganya masih mayoritas bekerja sebagai petani, pada rumah-rumah mereka, pagar-pagar pinggir jalan dan bahkan di pohon-pohon pinggir sawah dipenuhi oleh berbagai iklan, semacam iklan pupuk, pestisida, insektisida dan sejenisnya. Mereka dijadikan target pasar yang polos dan empuk oleh para konglomerasi industri penunjang pertanian. Secara tak langsung para pihak tersebut mencoba menanamkan pola pikir bahwa bertani adalah dengan pupuk, pestisida dan insektisida kimia yang semuanya perlu dibeli dari perusahaan-perusahaan besar. Tampaknya inilah yang mengakibatkan melonjaknya biaya produksi pertanian dan pada saat yang bersamaan menurunkan kualitas lahan secara terus menerus, dan dalam jangka panjang dapat mengakibatkan penurunan produktivitas lahan dan membuat kondisi para petani semakin sengsara yang pada akhirnya dalam cakupan lebih besar negara-lah yang merugi karena harus membuat kebijakan untuk mengimpor beberapa komoditi tanaman produksi pertanian.
Kondisi ketidakberdayaan tersebut merupakan ironi yang sangat memprihatinkan, di mana kenyataan seperti ini rasanya telah dipandang sebagai hal yang lumrah, sehingga berdampak terhadap kurangnya perhatian baik dari pemerintah, masyarakat ataupun dari petani sendiri untuk memperbaiki kondisi sekarang ini. Kenyataan pahit inilah yang sebenarnya mengakibatkan generasi muda mulai enggan berkecimpung dalam dunia pertanian, bahkan anak dari keluarga petani pun kini enggan meneruskan usaha tani orang tua nya dan justru lebih memilih bekerja di luar bidang pertanian. Ironi lain yang juga memprihatinkan, jika bukan generasi muda sebagai generasi penerus, maka siapa lagi yang dapat memperbaiki kondisi pertanian Indonesia saat ini. Berdasarkan hal tersebut, maka hal penting yang perlu diperhatikan adalah merubah pola pikir masyarakat mengenai potret petani Indonesia, merubah pola pikir para petani bahwa bertani dan meningkatkan hasil pertanian tidak harus menggunakan pupuk kimia produksi perusahaan, serta membangun sikap mental kemandirian sebagai keseharian dalam bertani.
Berangkat dari isu perubahan iklim global, perubahan iklim merupakan masalah yang sarat dengan argumentasi ilmiah karena merupakan hasil kajian dari sekitar 2500 peneliti dan pakar perubahan iklim di seluruh dunia yang tergabung dalam Inter-governmental Panel on Climate Change (IPCC) yang merupakan badan ilmiah yang tugas utamanya melakukan kajian hasil riset yang terkait dengan perubahan iklim di seluruh dunia. Menurut para ahli, bila konsentrasi CO2 yang ada di atmosfir melebihi 450 ppm, maka akan terjadi kenaikan suhu udara lebih dari 2°C, yaitu ambang batas kenaikan temperatur di atmosfir yang memungkinkan mahluk hidup di bumi masih dapat bertahan hidup dengan baik dan aman. Kenaikan di atas angka tersebut dianggap akan menimbulkan bencana kehidupan di atas muka bumi. Menanggapi kondisi tersebut, Indonesia kini mulai mengambil keterlibatan dan peran dalam negosiasi perubahan iklim, diantaranya adalah negosiasi yang berkaitan dengan REDD dan LULUCF.
Reducing Emission from Deforestation and Degradation (REDD) meskipun pada dasarnya terfokus pada isu deforestasi dan degradasi hutan, namun REDD juga tidak terlepas dari isu terkait pertanian. Dalam text negosiasi tentang REDD, disebutkan bahwa pertanian adalah salah satu penyebab deforestasi. Ini dipacu oleh informasi mengenai perkebunan kelapa sawit di Indonesia dilakukan dengan membuka lahan berhutan. Karena itu, kegiatan pertanian dianggap berpengaruh terhadap emisi dari sektor kehutanan. Dari sudut pandang keamanan pangan, peranan pertanian sangat vital bagi pembangunan sosial dan ekonomi pedesaan. Beberapa hasil riset menunjukkan bahwa perubahan iklim telah berpengaruh nyata terhadap produktivitas pertanian. Sebaliknya, pertanian juga bisa merupakan salah satu sumber emisi dan sekaligus penyerap dan peyimpan karbon. Dalam hal ini, maka terdapat kaitan antara upaya adaptasi dan mitigasi yang dilakukan sektor pertanian dengan perubahan iklim. Hasil riset selanjutnya menyebutkan pentingnya melakukan koordinasi antara pertanian dan kehutanan.
LULUCF (agriculture and forestry combined) menurut IPCC (2007) memberikan sumbangan emisi sebesar 31%, dan ini lebih besar dibandingkan energy and fossil fuel supply yang hanya 26%. Emisi dari LULUCF ini sebagian besar disumbangkan oleh negara-negara berkembang yang masih memerlukan pembukaan dan konversi hutan untuk pembangunan, sarana dan prasarana, pemukiman, perluasan lahan pertanian, dll. Tidak seperti kegiatan ekonomi lainnya seperti sektor transportasi dan energi yang hanya mengeluarkan emisi, maka kegiatan LULUCF dapat mengeluarkan karbon dan juga menyerap karbon. Atas dasar tersebut, LULUCF di Indonesia harus dapat diimplementasikan dalam bentuk dan intensitas yang berbeda dengan mempertimbangkan porsi tutupan hutan yang ada dan potensi pembangunan kebijakan yang terkait LULUCF harus tetap menjadi prioritas pemerintah agar diarahkan guna mencapai pembangunan yang rendah karbon.
Berdasarkan pada negosiasi kedua isu tersebut terutama mengenai isu pertanian, maka dapat diprediksikan ke depannya untuk arah gerak pembangunan sektor pertanian di Indonesia akan menuju konsep “Climate-smart agriculture”, sektor pertanian yang dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk menjaga keamanan pangan di satu sisi, namun juga bisa melakukan mitigasi dan adapatasi di sisi lain untuk menekan dampak negatif perubahan ikim dalam kegiatan pertanian. Untuk saat ini salah satu langkah yang telah diambil pemerintah Indonesia untuk membawa pertanian Indonesia ke arah sana adalah dengan bekerja sama dengan instansi atau institut pendidikan untuk mempersiapkan tenaga ahli di sektor pertanian yang tangguh serta memiliki kompetensi teknis yang unggul untuk berkontribusi pada pembangunan pertanian Indonesia. Sumber daya manusia yang di bentuk akan mampu menjawab isu isu nasional yang terkait dengan teknik produksi biomasa pertanian yaitu peningkatan produktivitas, pencapaian kualitas, keandalan praktis, dan keberlanjutan.

GAGASAN
Berdasarkan informasi dan data yang telah dipaparkan sebelumnya, secara tak langsung memunculkan tantangan tersendiri dalam usaha untuk membangun sistem pertanian di Indonesia, yaitu untuk mengembangkan sebuah sistem pertanian terintegrasi yang dapat mengoptimalkan potensi pertanian Indonesia dengan berbasis kepada lingkungan dan pembangunan rendah karbon agar tercapai keselarasan dengan arah kebijakan pembangunan pemerintah, sehingga kesejahteraan masyarakat umum terutama petani dapat diwujudkan.

Pusat Riset Varietas Tanaman
Pendirian pusat riset varietas tanaman ini dilakukan di setiap daerah atau paling tidak pada setiap provinsi, dengan tujuan untuk melakukan pemetaan ke daerah masing – masing mengenai potensi daerah, terutama mengenai varietas tanaman yang cocok atau mampu tumbuh pada daerah tersebut secara optimal, sehingga selanjutnya dapat dikembangkan sebagai komoditi unggulan. Selain itu, pusat riset ini juga berfungsi sebagai tempat penyuluhan pertanian untuk mengembangkan pola tani yang sesuai dengan kondisi lokal di setiap daerah. Diharapkan dengan didirikannya pusat riset ini dapat menjembatani jenjang pengetahuan dan ilmu praktik antara dunia pendidikan dengan dunia pertanian sebagai lembaga pengkaji teoritis dan pelaku usaha.
Pada perkembangan berikutnya, pusat riset ini dapat difungsikan sebagai pusat riset untuk melakukan rekayasa terhadap tanaman, dalam usaha optimasi proses metabolik tanaman untuk menghasilkan senyawa metabolit tertentu. Sebagai gambaran, riset yang dilakukan adalah merekayasa proses fotosintesis tanaman untuk membuat biofuel. Rekayasa yang dilakukan adalah dengan membuat tanaman hitam yang mampu menyerap semua sinar matahari yang masuk dengan panjang gelombang cahaya yang berbeda – beda untuk melakukan fotosintesis. Tanaman sekarang hanya mampu menggunakan satu panjang gelombang tertentu untuk melakukan fotosintesa. Tanaman yang direkayasa untuk memproduksi biofuel bahkan mungkin dapat dibuat agar memiliki daun yang lebih kecil sehingga mengurangi energi yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan, atau bahkan dapat dibuat agar tidak lagi menyimpan energi sebagai gula tetapi mengubahnya secara langsung menjadi molekul hidrokarbon untuk digunakan manusia sebagai bahan bakar.

Smart-Integrated Farming System
Sistem pertanian yang mengintegrasikan beberapa sektor (pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan dan kehutanan) yang dikelola secara terpadu dan berorientasi ekologis, sehingga diperoleh peningkatan nilai ekonomi, tingkat efisiensi dan produktifitas yang tinggi.

Integrated
Konsep pada sistem pertanian ini adalah siklus materi, di mana materi yang merupakan limbah atau waste dari suatu sektor digunakan kembali sebagai bahan dasar pada sektor lainnya. Contoh sederhananya adalah limbah dari sektor peternakan yang digunakan kembali sebagai pupuk untuk digunakan pada sektor pertanian. Adapun timbal balik dari sektor pertanian adalah misalkan melalui jerami yang digunakan untuk pakan ternak. Intinya, seluruh materi pada sektor – sektor tersebut terus bersiklus dalam sistem, muncul sebagai waste pada suatu sektor lalu dialihkan dan digunakan sebagai bahan dasar pada sektor lainnya. Dari segi lingkungan, sistem ini memiliki konsep zero waste, konsep yang menekan jumlah produksi sampah, yang tentu memiliki dampak baik terhadap lingkungan. Adapun dari segi ekonomi, sistem ini memiliki konsep cost reduction, yaitu konsep di mana modal/biaya menjadi lebih rendah dari pendapatan. Hal ini dapat tercapai karena dengan digunakannya kembali limbah sebagai bahan dasar pada sektor lain, dapat mengurangi biaya untuk memenuhi kebutuhan sektor tersebut tanpa mengurangi pendapatan yang akan diperoleh.
Pada perkembangan berikutnya, setelah sistem pertanian ini dapat berjalan secara mandiri, maka pertanian dapat difungsikan pula sebagai kawasan eduwisata, di mana masyarakat yang berkunjung akan diberikan wawasan mengenai sistem integrated farming, termasuk di dalamnya teknik bertani, beternak dan hal lainnya yang tercakup. Sasaran utama dengan difungsikannya sebagai kawasan eduwisata adalah untuk mensosialisasikan kepada masyarakat mengenai potensi pertanian Indonesia, termasuk mengenai potensi daerah masing – masing di bidang pertanian, serta mensosialisasikan pula mengenai sistem integrated farming yang berbasis lingkungan dan berbagai inovasi seputar pertanian ataupun bioresource, seperti misalnya dijelaskan mengenai biofuel ataupun biogas. Contoh sederhananya, di kawasan pertanian eduwisata ini dibuat pula kawasan kuliner yang menggunakan biogas sebagai sumber gas untuk memasak. Hal ini bertujuan untuk mensosialisasikan bahwa dengan menggunakan biogas, masakan tidak akan terpengaruhi dan tetap aman.
Untuk mendukung pertanian ini, dibentuk pula organisasi atau istilah sederhananya sebuah kelompok tani yang bertujuan untuk menghimpun dan memfasilitasi para petani yang ingin mempelajari integrated farming management.

Untuk mengoptimalkan keberlangsungan seluruh proses pertanian, kawasan pertanian ini dibangun berdekatan dengan pusat riset varietas tanaman agar koordinasi antar kedua sektor ini dapat berlangsung lebih mudah. Kemudian sebagai tambahan, pada kawasan pertanian ini ditambahkan pula supporting sektor yang fokus pada pengolahan hasil produksi pertanian. Dengan dibangunnya industri olahan pada kawasan yang sama, akan memperkecil biaya produksi, terutama pada biaya transport. Sektor ini mengatur pula proses panen, pasca panen dan produksi yang bertujuan untuk menjaga kualitas dari hasil produksi pertanian.

Mengutip artikel : Muhammad Naufal Rizqulloh (Rekayasa Pertanian 2012)

1 komentar:

  1. Vita Nurul Faizah (14/363693/PN/13528)

    *Nilai Penyuluhan
    1. Sumber Teknologi/Ide: Mengembangkan system pertanian terpadu yang dapat mengoptimalkan potensi pertanian Indonesia yang berbasis lingkungan dan pembangunan rendah karbon.
    2. Sasaran: Sasarannya adalah seluruh petani pada khusunya dan masyarakat pada umumnya.
    3. Manfaat: Untuk menjaga keamanan pangan di satu sisi, namun juga bisa melakukan mitigasi dan adaptasi di sisi lain untuk menekan dampak negative perubahan iklim dalam kegiatan pertanian. Selain itu juga untuk meningkatkan produktivitas, pencapaian kualitas, keandalan praktis dan berkelanjutan.
    4. Pendidikan: Merekayasa proses fotosintesis tanaman untuk membuat biofuel. Dengan membuat tanaman hitam yang mampu menyerap semua sinar matahari yang masuk dengan panjang gelombang cahaya yang berbeda-beda.

    *Nilai Berita
    1. Timelines: Isi berita tersebut bersifat tidak basi karena dalam penerapnya masih terbilang jarang. Sehingga masih dapat dikembangkan oleh petani dan masyarakat.
    2. Importance: Memberikan informasi mengenai cara mengoptimalkan potensi pertanian Indonesia yang berbasis lingkungan dan pembangunan rendah karbon.
    3. Policy: LULUC menurut IPCC memberikan sumbangan emisi sebesar 31% lebih besar dibandingkan energy dan fossil fuel supply yang hanya 26%, dan emisi dari LULUCF sebagian disumbangkan oleh negara berkembang untuk perluasan lahan pertanian salah satunya.
    4. Consequence: Bertani dengan pupuk, pestisida atau bahan kimia lainnya yang dibeli dari perusahan-perusahaan, tampaknya dapat mengakibatkan melonjaknya biaya produksi pertanian dan pada saat bersamaan dapat menurunkan kualitas lahan. Dalam jangka panjang dapat mengakibatkan penurunan produktivitas lahan.
    5. Conflict: Realitanya petani Indonesia tidak memegang peran penghasil dan pencipta dalam kegiatan bertani, namun justru dimanfaatkan tak lebihnya hanya sebagai pekerja konsumen.
    6. Development: Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan instansi atau institusi akan membawa Indonesia untuk mempersiapkan tenaga ahli disektor pertanian yang tangguh untuk berkontribusi pada pembangunan pertanian Indonesia.
    7. Human Interest: Kurangnya perhatian dari pemerintah terhadap kondisi sekarang. Dimana kebanyakan generasi muda sekarang enggan berkecimpung dalam dunia pertanian, bahkan anak dari kerluarga pertain pun enggan meneruskan usaha orangtuanya dan justu memilih bekerja di luar bidang Pertanian.

    BalasHapus