Indonesia, sebagai negara tropis
dikaruniai keanekaragaman hayati yang tinggi serta energi matahari dan curah
hujan yang berlimpah sepanjang tahun. Kondisi alam tropis tersebut memungkinkan
pertanian di Indonesia untuk berproduksi sepanjang tahun dengan komoditas yang
beragam serta menggunakan masukan energi yang lebih rendah (less energy input) dibandingkan dengan
pertanian negara temperata..
Realita petani Indonesia saat ini
dipenuhi dengan ironi dan ketidak berdayaan. Petani tidak lagi memegang peran
sebagai penghasil dan pencipta dalam setiap tahapan kegiatan bertani, namun
justru dimanfaatkan tak lebih hanya sebagai pekerja konsumen. Hal ini
diperparah dengan kenyataan bahwa kegiatan dalam bertani justru diatur oleh
pihak di luar dirinya, seperti pemerintah, pasar ataupun perusahaan swasta.
Contoh nyata, saat ini di daerah pedesaan yang para warganya masih mayoritas
bekerja sebagai petani, pada rumah-rumah mereka, pagar-pagar pinggir jalan dan
bahkan di pohon-pohon pinggir sawah dipenuhi oleh berbagai iklan, semacam iklan
pupuk, pestisida, insektisida dan sejenisnya. Mereka dijadikan target pasar
yang polos dan empuk oleh para konglomerasi industri penunjang pertanian.
Secara tak langsung para pihak tersebut mencoba menanamkan pola pikir bahwa
bertani adalah dengan pupuk, pestisida dan insektisida kimia yang semuanya
perlu dibeli dari perusahaan-perusahaan besar. Tampaknya inilah yang
mengakibatkan melonjaknya biaya produksi pertanian dan pada saat yang bersamaan
menurunkan kualitas lahan secara terus menerus, dan dalam jangka panjang dapat
mengakibatkan penurunan produktivitas lahan dan membuat kondisi para petani
semakin sengsara yang pada akhirnya dalam cakupan lebih besar negara-lah yang
merugi karena harus membuat kebijakan untuk mengimpor beberapa komoditi tanaman
produksi pertanian.
Kondisi ketidakberdayaan tersebut
merupakan ironi yang sangat memprihatinkan, di mana kenyataan seperti ini
rasanya telah dipandang sebagai hal yang lumrah, sehingga berdampak terhadap
kurangnya perhatian baik dari pemerintah, masyarakat ataupun dari petani
sendiri untuk memperbaiki kondisi sekarang ini. Kenyataan pahit inilah yang
sebenarnya mengakibatkan generasi muda mulai enggan berkecimpung dalam dunia
pertanian, bahkan anak dari keluarga petani pun kini enggan meneruskan usaha
tani orang tua nya dan justru lebih memilih bekerja di luar bidang pertanian.
Ironi lain yang juga memprihatinkan, jika bukan generasi muda sebagai generasi
penerus, maka siapa lagi yang dapat memperbaiki kondisi pertanian Indonesia
saat ini. Berdasarkan hal tersebut, maka hal penting yang perlu diperhatikan
adalah merubah pola pikir masyarakat mengenai potret petani Indonesia, merubah
pola pikir para petani bahwa bertani dan meningkatkan hasil pertanian tidak
harus menggunakan pupuk kimia produksi perusahaan, serta membangun sikap mental
kemandirian sebagai keseharian dalam bertani.
Berangkat dari isu perubahan iklim
global, perubahan iklim merupakan masalah yang sarat dengan argumentasi ilmiah
karena merupakan hasil kajian dari sekitar 2500 peneliti dan pakar perubahan iklim
di seluruh dunia yang tergabung dalam Inter-governmental
Panel on Climate Change (IPCC) yang merupakan badan ilmiah yang tugas
utamanya melakukan kajian hasil riset yang terkait dengan perubahan iklim di
seluruh dunia. Menurut para ahli, bila konsentrasi CO2 yang ada di atmosfir
melebihi 450 ppm, maka akan terjadi kenaikan suhu udara lebih dari 2°C, yaitu
ambang batas kenaikan temperatur di atmosfir yang memungkinkan mahluk hidup di
bumi masih dapat bertahan hidup dengan baik dan aman. Kenaikan di atas angka
tersebut dianggap akan menimbulkan bencana kehidupan di atas muka bumi.
Menanggapi kondisi tersebut, Indonesia kini mulai mengambil keterlibatan dan
peran dalam negosiasi perubahan iklim, diantaranya adalah negosiasi yang
berkaitan dengan REDD dan LULUCF.
Reducing
Emission from Deforestation and Degradation (REDD) meskipun pada dasarnya terfokus pada isu
deforestasi dan degradasi hutan, namun REDD juga tidak terlepas dari isu
terkait pertanian. Dalam text negosiasi tentang REDD, disebutkan bahwa pertanian
adalah salah satu penyebab deforestasi. Ini dipacu oleh informasi mengenai
perkebunan kelapa sawit di Indonesia dilakukan dengan membuka lahan berhutan.
Karena itu, kegiatan pertanian dianggap berpengaruh terhadap emisi dari sektor
kehutanan. Dari sudut pandang keamanan pangan, peranan pertanian sangat vital
bagi pembangunan sosial dan ekonomi pedesaan. Beberapa hasil riset menunjukkan
bahwa perubahan iklim telah berpengaruh nyata terhadap produktivitas pertanian.
Sebaliknya, pertanian juga bisa merupakan salah satu sumber emisi dan sekaligus
penyerap dan peyimpan karbon. Dalam hal ini, maka terdapat kaitan antara upaya
adaptasi dan mitigasi yang dilakukan sektor pertanian dengan perubahan iklim.
Hasil riset selanjutnya menyebutkan pentingnya melakukan koordinasi antara
pertanian dan kehutanan.
LULUCF (agriculture and forestry combined) menurut IPCC (2007) memberikan
sumbangan emisi sebesar 31%, dan ini lebih besar dibandingkan energy and fossil fuel supply yang hanya
26%. Emisi dari LULUCF ini sebagian besar disumbangkan oleh negara-negara
berkembang yang masih memerlukan pembukaan dan konversi hutan untuk
pembangunan, sarana dan prasarana, pemukiman, perluasan lahan pertanian, dll.
Tidak seperti kegiatan ekonomi lainnya seperti sektor transportasi dan energi
yang hanya mengeluarkan emisi, maka kegiatan LULUCF dapat mengeluarkan karbon
dan juga menyerap karbon. Atas dasar tersebut, LULUCF di Indonesia harus dapat
diimplementasikan dalam bentuk dan intensitas yang berbeda dengan
mempertimbangkan porsi tutupan hutan yang ada dan potensi pembangunan kebijakan
yang terkait LULUCF harus tetap menjadi prioritas pemerintah agar diarahkan
guna mencapai pembangunan yang rendah karbon.
Berdasarkan pada negosiasi kedua isu
tersebut terutama mengenai isu pertanian, maka dapat diprediksikan ke depannya
untuk arah gerak pembangunan sektor pertanian di Indonesia akan menuju konsep “Climate-smart agriculture”, sektor
pertanian yang dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk menjaga keamanan
pangan di satu sisi, namun juga bisa melakukan mitigasi dan adapatasi di sisi
lain untuk menekan dampak negatif perubahan ikim dalam kegiatan pertanian.
Untuk saat ini salah satu langkah yang telah diambil pemerintah Indonesia untuk
membawa pertanian Indonesia ke arah sana adalah dengan bekerja sama dengan
instansi atau institut pendidikan untuk mempersiapkan tenaga ahli di sektor
pertanian yang tangguh serta memiliki kompetensi teknis yang unggul untuk
berkontribusi pada pembangunan pertanian Indonesia. Sumber daya manusia yang di
bentuk akan mampu menjawab isu isu nasional yang terkait dengan teknik produksi
biomasa pertanian yaitu peningkatan produktivitas, pencapaian kualitas,
keandalan praktis, dan keberlanjutan.
GAGASAN
Berdasarkan informasi dan data yang
telah dipaparkan sebelumnya, secara tak langsung memunculkan tantangan
tersendiri dalam usaha untuk membangun sistem pertanian di Indonesia, yaitu
untuk mengembangkan sebuah sistem pertanian terintegrasi yang dapat
mengoptimalkan potensi pertanian Indonesia dengan berbasis kepada lingkungan
dan pembangunan rendah karbon agar tercapai keselarasan dengan arah kebijakan
pembangunan pemerintah, sehingga kesejahteraan masyarakat umum terutama petani
dapat diwujudkan.
Pusat Riset Varietas Tanaman
Pendirian pusat riset varietas tanaman
ini dilakukan di setiap daerah atau paling tidak pada setiap provinsi, dengan
tujuan untuk melakukan pemetaan ke daerah masing – masing mengenai potensi
daerah, terutama mengenai varietas tanaman yang cocok atau mampu tumbuh pada
daerah tersebut secara optimal, sehingga selanjutnya dapat dikembangkan sebagai
komoditi unggulan. Selain itu, pusat riset ini juga berfungsi sebagai tempat
penyuluhan pertanian untuk mengembangkan pola tani yang sesuai dengan kondisi
lokal di setiap daerah. Diharapkan dengan didirikannya pusat riset ini dapat
menjembatani jenjang pengetahuan dan ilmu praktik antara dunia pendidikan
dengan dunia pertanian sebagai lembaga pengkaji teoritis dan pelaku usaha.
Pada perkembangan berikutnya, pusat
riset ini dapat difungsikan sebagai pusat riset untuk melakukan rekayasa
terhadap tanaman, dalam usaha optimasi proses metabolik tanaman untuk
menghasilkan senyawa metabolit tertentu. Sebagai gambaran, riset yang dilakukan
adalah merekayasa proses fotosintesis tanaman untuk membuat biofuel. Rekayasa
yang dilakukan adalah dengan membuat tanaman hitam yang mampu menyerap semua
sinar matahari yang masuk dengan panjang gelombang cahaya yang berbeda – beda
untuk melakukan fotosintesis. Tanaman sekarang hanya mampu menggunakan satu
panjang gelombang tertentu untuk melakukan fotosintesa. Tanaman yang direkayasa
untuk memproduksi biofuel bahkan mungkin dapat dibuat agar memiliki daun yang
lebih kecil sehingga mengurangi energi yang dibutuhkan tanaman untuk
pertumbuhan, atau bahkan dapat dibuat agar tidak lagi menyimpan energi sebagai
gula tetapi mengubahnya secara langsung menjadi molekul hidrokarbon untuk
digunakan manusia sebagai bahan bakar.
Smart-Integrated
Farming System
Sistem pertanian yang mengintegrasikan
beberapa sektor (pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan dan kehutanan)
yang dikelola secara terpadu dan berorientasi ekologis, sehingga diperoleh
peningkatan nilai ekonomi, tingkat efisiensi dan produktifitas yang tinggi.
Integrated
Konsep pada sistem pertanian ini adalah
siklus materi, di mana materi yang merupakan limbah atau waste dari suatu
sektor digunakan kembali sebagai bahan dasar pada sektor lainnya. Contoh
sederhananya adalah limbah dari sektor peternakan yang digunakan kembali
sebagai pupuk untuk digunakan pada sektor pertanian. Adapun timbal balik dari
sektor pertanian adalah misalkan melalui jerami yang digunakan untuk pakan
ternak. Intinya, seluruh materi pada sektor – sektor tersebut terus bersiklus
dalam sistem, muncul sebagai waste pada suatu sektor lalu dialihkan dan digunakan
sebagai bahan dasar pada sektor lainnya. Dari segi lingkungan, sistem ini
memiliki konsep zero waste, konsep yang menekan jumlah produksi sampah, yang
tentu memiliki dampak baik terhadap lingkungan. Adapun dari segi ekonomi,
sistem ini memiliki konsep cost reduction, yaitu konsep di mana modal/biaya
menjadi lebih rendah dari pendapatan. Hal ini dapat tercapai karena dengan
digunakannya kembali limbah sebagai bahan dasar pada sektor lain, dapat
mengurangi biaya untuk memenuhi kebutuhan sektor tersebut tanpa mengurangi
pendapatan yang akan diperoleh.
Pada perkembangan berikutnya, setelah
sistem pertanian ini dapat berjalan secara mandiri, maka pertanian dapat
difungsikan pula sebagai kawasan eduwisata, di mana masyarakat yang berkunjung
akan diberikan wawasan mengenai sistem integrated
farming, termasuk di dalamnya teknik bertani, beternak dan hal lainnya yang
tercakup. Sasaran utama dengan difungsikannya sebagai kawasan eduwisata adalah
untuk mensosialisasikan kepada masyarakat mengenai potensi pertanian Indonesia,
termasuk mengenai potensi daerah masing – masing di bidang pertanian, serta
mensosialisasikan pula mengenai sistem integrated farming yang berbasis
lingkungan dan berbagai inovasi seputar pertanian ataupun bioresource, seperti
misalnya dijelaskan mengenai biofuel ataupun biogas. Contoh sederhananya, di
kawasan pertanian eduwisata ini dibuat pula kawasan kuliner yang menggunakan
biogas sebagai sumber gas untuk memasak. Hal ini bertujuan untuk
mensosialisasikan bahwa dengan menggunakan biogas, masakan tidak akan
terpengaruhi dan tetap aman.
Untuk mendukung pertanian ini, dibentuk
pula organisasi atau istilah sederhananya sebuah kelompok tani yang bertujuan
untuk menghimpun dan memfasilitasi para petani yang ingin mempelajari integrated farming management.
Untuk mengoptimalkan keberlangsungan
seluruh proses pertanian, kawasan pertanian ini dibangun berdekatan dengan
pusat riset varietas tanaman agar koordinasi antar kedua sektor ini dapat
berlangsung lebih mudah. Kemudian sebagai tambahan, pada kawasan pertanian ini
ditambahkan pula supporting sektor yang fokus pada pengolahan hasil produksi
pertanian. Dengan dibangunnya industri olahan pada kawasan yang sama, akan
memperkecil biaya produksi, terutama pada biaya transport. Sektor ini mengatur
pula proses panen, pasca panen dan produksi yang bertujuan untuk menjaga
kualitas dari hasil produksi pertanian.
Mengutip artikel
: Muhammad Naufal Rizqulloh (Rekayasa Pertanian 2012)
Sumber : http://hmrh.sith.itb.ac.id/smart-integrated-farming-system-sistem-pembangunan-pertanian-menuju-indonesia-negeri-mandiri-pangan/
Nabiilah Yumna Fauziyyah (13594)
Nabiilah Yumna Fauziyyah (13594)
Vita Nurul Faizah (14/363693/PN/13528)
BalasHapus*Nilai Penyuluhan
1. Sumber Teknologi/Ide: Mengembangkan system pertanian terpadu yang dapat mengoptimalkan potensi pertanian Indonesia yang berbasis lingkungan dan pembangunan rendah karbon.
2. Sasaran: Sasarannya adalah seluruh petani pada khusunya dan masyarakat pada umumnya.
3. Manfaat: Untuk menjaga keamanan pangan di satu sisi, namun juga bisa melakukan mitigasi dan adaptasi di sisi lain untuk menekan dampak negative perubahan iklim dalam kegiatan pertanian. Selain itu juga untuk meningkatkan produktivitas, pencapaian kualitas, keandalan praktis dan berkelanjutan.
4. Pendidikan: Merekayasa proses fotosintesis tanaman untuk membuat biofuel. Dengan membuat tanaman hitam yang mampu menyerap semua sinar matahari yang masuk dengan panjang gelombang cahaya yang berbeda-beda.
*Nilai Berita
1. Timelines: Isi berita tersebut bersifat tidak basi karena dalam penerapnya masih terbilang jarang. Sehingga masih dapat dikembangkan oleh petani dan masyarakat.
2. Importance: Memberikan informasi mengenai cara mengoptimalkan potensi pertanian Indonesia yang berbasis lingkungan dan pembangunan rendah karbon.
3. Policy: LULUC menurut IPCC memberikan sumbangan emisi sebesar 31% lebih besar dibandingkan energy dan fossil fuel supply yang hanya 26%, dan emisi dari LULUCF sebagian disumbangkan oleh negara berkembang untuk perluasan lahan pertanian salah satunya.
4. Consequence: Bertani dengan pupuk, pestisida atau bahan kimia lainnya yang dibeli dari perusahan-perusahaan, tampaknya dapat mengakibatkan melonjaknya biaya produksi pertanian dan pada saat bersamaan dapat menurunkan kualitas lahan. Dalam jangka panjang dapat mengakibatkan penurunan produktivitas lahan.
5. Conflict: Realitanya petani Indonesia tidak memegang peran penghasil dan pencipta dalam kegiatan bertani, namun justru dimanfaatkan tak lebihnya hanya sebagai pekerja konsumen.
6. Development: Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan instansi atau institusi akan membawa Indonesia untuk mempersiapkan tenaga ahli disektor pertanian yang tangguh untuk berkontribusi pada pembangunan pertanian Indonesia.
7. Human Interest: Kurangnya perhatian dari pemerintah terhadap kondisi sekarang. Dimana kebanyakan generasi muda sekarang enggan berkecimpung dalam dunia pertanian, bahkan anak dari kerluarga pertain pun enggan meneruskan usaha orangtuanya dan justu memilih bekerja di luar bidang Pertanian.